Arini masuk menemui calon suaminya, masih dalam keadaan cemas Arini menatap wajah yang terbaring lemah. Anton menatap Arini sambil berucap, "maafkan uda ya Arini, uda telah membuat acara pernikahan kita batal". Arini mencoba untuk menguatkan hatinya dengan menarik nafas dalam-dalam. "Ini bukan salah uda, ini adalah skenario dari Allah. Kita hanya bisa menjalankan apa yang telah digariskan untuk umat-Nya. Untuk uda ketahui pernikahan kita tidak batal tapi ditunda. Setelah uda sembuh nanti, acara pernikahan akan kita lanjutkan. Sekarang uda harus kuat dan berdo'a agar cepat sembuh. 

Mendengar jawaban Arini, Anton sangat lega. Awalnya ia cemas dan takut kalau-kalau Arini tidak mau menerimanya lagi. Ternyata Arini adalah seorang gadis yang sangat baik hatinya. "Sekarang apa yang uda rasakan, uda istirahat saja dulu ya, Arini akan menemani uda di sini sampai uda sembuh". Anton menuruti apa yang dikatakan Arini. Ia menarik selimutnya dan berusaha untuk bisa tertidur. 

Di luar dokter Hengki nampak berbincang-bincang dengan perawat. "Ternyata pasien yang baru masuk tadi itu calon suami Arini ya, kasihan mereka karena gara-gara calon mempelai pria masuk rumah sakit terpaksa acara pernikahannya batal". "Ia dok, coba kalau dokter Arini tidak menerima calon suami pilihan orang tuanya, mungkin tidak akan terjadi seperti", sahut salah seorang perawat. 

Dokter Hengki hanya diam mendengarkan ucapan perawat itu. Dalam hati dokter Hengki berkata, "coba dulu Arini tidak berpaling dariku, mungkin sekarang kami sudah duduk di pelaminan dengan bahagianya. Memang dokter Hengki adalah seorang pria yang dipacari Arini semenjak kuliah tapi orang tua Arini tidak setuju akan hubungan mereka. Sehingga orang tua mencarikan jodoh buat anaknya.